Kamis, 26 September 2013

Hidden Heritage


Geliat Kota Lama Semarang dua tahun terakhir ini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat kota Semarang dan komunitas Penggiat Kota Lama. Sangat terlihat jelas atmosfir social budaya masyarakat kota dalam mengisi kota lama yang pernah di juluki Little Nederland ini. Terdapat banyak komunitas kota yang kreatif dalam mengisi dan menghidupkan suasana Kota Lama. Mulai dari komunitas pecinta fotografi, sketsa arsitektur, sketsa seni, komunitas sejarah, music jazz, gambang semarang, drama, teater, sepeda tua, vespa, mobil tua dan masih banyak lagi.

Saya merasakan suasana guyup dan rukun dalam beraktifitas menghidupkan Kota Lama. Komunitas Oase, Arsisketur, Orat Oret, Ontel, Jazz Ngisorsingin dan Lopen merupakan penggagas dari Komunitas Penggiat Kota Lama. Pada bulan apa saya lupa, semua komunitas berikrar akan mengisi dan menghidupkan social budaya serta admosfir Kota Lama dengan kegiatan edukasi kreatif untuk masyarakat, yang tentunya di ruang-ruang publik di sela-sela gedung kota lama.
 
Bila kita melihat struktur dan pola ruang Kota Lama Semarang yang dulu dikenal dengan nama Oude Stad atau kawasan Kota Benteng, dengan tata bangunan kolonialnya. Kawasan  ini dulu pernah menjadi salah satu kota modern di Nusantara. Bangunan-bangunan kota lama ini merupakan prototype untuk model arsitektur Eropa. Sehingga sekarang dapat dikatakan dengan seperti museum out door yang besar tentang kota lama. Bahkan lebih besar dan luas dari Malaka.

Kota yang merupakan tempat aktifitas urban awalnya  di desain ruang terbuka dengan pedestriannya,  aktifitas berjalan kaki untuk berinteraksi social,  hanya saja perkembangannya berubah menjadi  tidak manusiawi lagi dengan mesin-mesin yang mendominasi aktifitas kota. Yah meskipun itu bagian dari mobilisasi masyarakat kota. Tapi paling tidak konsep awalnya sudah bergeser, sehingga ruang-ruang social kota untuk kegiatan kreatif masyarakat kota mulai berkurang. Sehingga aktifitas masyarakat dan kaum muda didalam mengekspresikan kretifitas mereka menjadi terbatasi.

Komunitas Penggiat Kota lama berupaya menghidupkan dan mengaktifkan ruang-ruang public sebagai ruang kreatif kota. Mereka melakukan kegiatan positif dan berkesenian di ruang-ruang public tersebut. Yang menjadi saya angkat topi adalah keguyuban, kerukunan dan kekompakan antar komunitas dalam mengisi kegiatan. Mereka satu dengan yang lain saling mendukung dan bekerja sama dalam kegiatan.
Salah satu kegiatan yang melibatkan komunitas adalah Hidden Heritage. Hidden Heritage adalah suatu kampanye pengaktifan kembali ruang terbuka public dengan memanfaatkan energy komunitas dan masyarakat secara umum dengan mengangkat isyu warisan budaya yang dikemas kreatif sehingga menciptakan pengalaman baru dalam berinteraksi.

Hidden Heritage juga merupakan eksperimen social yang terus berjalan untuk mengidentifikasi masyarakat urban terhadap ruang terbuka publik dan memfasilitasi diskusi antara berbagai pemangku kepentingan. Pada saatnya nanti dharapkan gerakan ini dapat memicu pemanfaatan ruang terbuka public dan meluasnya kecintaan terhadap warisan budaya bangsa. (bahasane dua alinea ini proposal banget yo mas..  hehehe)
Konsep dari kampanye ini adalah Pedestrian sebagai percontohan area ruang terbuka public dan akulturasi budaya kota Semarang (Jawa, Tionghoa, Melayu dan Belanda). Sedangkan aktifitas kampanyenya adalah bagaimana masyarakat dapat menikmati suasana keindahan kota lama lebih nyaman dengan adanya area pedestrian percontohan dan berbagai aktifitas seperti music, open air theater, pameran, kuliner dan berbagai macam kegiatan lain yang akan diselenggarakan. Selebihnya lokasi Hidden Heritage terbuka untuk dimanfaatkan untuk kegiata komunitas maupun kunjungan pribadi dan keluarga. Layaknya ruang public tidak ada pungutan ketika memasuki lokasi kegiatan kampanye Hidden Heritage.
 
Saya melihat acara Hidden Heritage yang diselenggarakan 6 – 8 September 2013 tersebut sukses, dan hal ini  berkat kerja sama seluruh masyarakat dan komunitas Penggiat Kota Lama serta stakeholder yang dengan guyub bisa bekerja sama dalam mengisi kegiatan yang lebih kreatif. Saya bisa menikmati aktifitas ruang terbuka public yang manusiawi dan penuh kreatifitas dari komunitas dalam berinteraksi social. Komunitas-komunitas tersebut antara lain adalah Komunitas Oase dengan memamerkan foto Kuno-Kini dari Kota Semarang, Komunitas Lopen yang merupakan komunitas sejarah dengan kegiatan di Gedung Spigel, Komunitas Orat Oret dengan membuka lapak sketsanya, Gambang Semarang, Jazz Ngisorringin dan lain-lain.. 

Berikut ini merupakan foto-foto dokumentasi dari acara Hidden Heritage. (Zen Shinoda, Foto : Akhyar Fikri dan Zen Shinoda)









Selasa, 02 April 2013

Satu Tahun Langkah Oase

OASE (‘Oudestad’ Art and Culture Semarang) yang lahir pada tanggal 1 April 2011 merupakan komunitas pecinta heritage dalam konteks seni dan budaya di Semarang, khususnya di Kota lama dan sekitarnya. OASE muncul tidak secara tiba-tiba, tetapi lebih merupakan proses atas keresahan yang sama terhadap kondisi yang memprihatinkan dari Kota Lama, baik dari sisi fisik bangunan, infrastruktur serta atmosphere kehidupan sosial, ekonomi, seni dan budayanya yang seolah menjadikan Kota Lama terlena dalam tidur pulasnya.
Personil OASE yang terdiri dari berbagai profesi, antara lain seniman, budayawan, arsitek, fotografer, pelajar, mahasiswa dan lain-lain, dalam mewujudkan keinginan bersama itu dengan menuangkannya ke dalam visi “Terciptanya Kota Lama sebagai ikon Budaya Kota” melalui semangat “MELAWAN LUPA”. Kami menyadari bahwa untuk mencapai itu banyak tantangan dan kendala yang akan dihadapi, karenanya dari awal OASE sangat menyadari tanpa kerja keras, kreativitas dan dukungan dari berbagai pihak pemangku kepentingan, tujuan itu akan sangat sulit tercapai.
Berangkat dari kenyataan itu, organisasi independen ini yang memiliki beberapa divisi yaitu : Oase-Fotografi, Oase-Art, Oase-Antique, Oase-Oldbike dengan penuh keterbatasan kemampuan, telah mencoba melakukan beberapa aksi simpatik yang bertujuan 'nguri-uri' sekaligus 'ngluluri' Kota Lama, antara lain :

  1. Save Our Heritage, pada tanggal 1 April 2012 yang merupakan launching OASE dengan thema promosi penyelamatan Kota Lama Semarang. b. Resik-resik Kota Lama, pada tangal 1 Oktober 2012.
  2. Menerbitkan KORAN KOTA LAMA pada bulan Oktober 2012.
  3. Menonton “Pasar Malam Koloniale Tentoonstelling 1914” pada tanggal 10 s/d 12 Desember 2012 di SMAN 1 Semarang.
  4. Acara Rutin Bulanan Januari : “Pamer Kaleng Djadoel” pada tanggal 5 s/d 6 Januari 2013.
  5. Acara Rutin Bulanan Februari : “Pamer Kertas Djadoel” pada tanggal 2 s/d 3 Februari 2013.
  6. Acara Rutin Bulan Maret : “Pamer Elektronik Djadoel” pada tanggal 2 s/d 3 Maret 2013.

Meskipun seluruh aksi yang telah dilakukan OASE itu dilakukan dengan penuh kesederhanaan, baik sarana prasarana maupun pendanaan, namun telah mampu menarik perhatian dari berbagai lapisan masyarakat, baik lokal maupun luar kota, hal ini tidak terlepas upaya promosi dari teman-teman wartawan baik media cetak/visual dari lokal maupun nasional.
Di samping kegiatan di atas, OASE seakan tidak pernah berhenti mempromosikan Kota Lama Semarang ke seluruh Indonesia maupun internasional melalui seni fotografi.
Kenyataan ini diakui majalah Intisari tanggal 5 Januari 2013, yaitu: “ OASE mengenalkan Kota Semarang melalui Foto”.
Dengan semakin dikenalnya OASE, bisa dimaklumi semakin banyak pecinta Kota Lama yang bergabung dengan komunitas ini. Hal ini menjadikan OASE semakin termotivasi untuk melakukan aktivitas yang lebih baik, variatif dan terarah.
OASE sangat mendukung berkembangnya komunitas-komunitas baru di kawasan Kota Lama, karena setidaknya berdampak pada semakin variatifnya kegiatan dengan ranah dan aktualisasi masing-masing yang pada akhirnya menumbuhkan semaraknya Kota Lama.
Karena itu OASE selalu berusaha bergandeng tangan pada siapa saja, baik kelompok / individu yang memiliki tujuan menghidupkan Kota Lama dan OASE selalu berprinsip : Bersama Kita Bisa!!!


(Foto dan desain : Akhyar Fikri, Teks : Harry Suryo)

OASE (‘Oudestad’ Art and Culture Semarang) which was established on 1st April 2012 is a heritage-lovers community in the context of Semarang art and culture especially the “Old Town” and its surroundings.
OASE was not set up accidently but was more like a process of similar anxiety toward the pity condition of “Old Town” in both physical building, infrastructure and even the atmosphere of social life, economy, art and culture which seem to make the “Old Town” asleep at a loose end.
OASE members consist of various professions such as artist, cultural experts, architects, doctors, photographers, students, college students and so on. In reaching their similar dream, they convey a vision saying “Creating ‘Old Town’ to be the City Cultural Icon” through the spirit of “against forgetfulness”. We realize that to achieve the goal, there are lots of challenges and obstacles to face, therefore from the beginning, OASE really understands that without hardworking, creativity and support from all stake holders, the goal will be very difficult to be true.
Considering that fact, this independent organization which has formed some divisions, they are : OASE Phptography, OASE-Art, OASE_Antique, OASE-Oldbikers, lacking of capability, have tried to do some sympathic actions in order to ‘nguri-uri’ (maintaining) and also “ngluluri’ (cheering) the Old Town, they were :
 

  1. Save Our Heritage, on 1 st 2012 which was also the OASE launching with the theme of saving promotion of ‘Old Town’ Semarang; 
  2. City Cleaning Day, on 1st October 2012;
  3. “KORAN KOTA LAMA” publishing in October 2012;
  4. Watching “Koloniale Tentoonsteling” on 10-12 Desember 2012 in Senior High School ! Semarang;
  5. Routine Agenda in January : “Old Tins Exhibition” on 5-6 January 2013;
  6. Routine Agenda in February 2013 : “Old Papers Exhibition”, on 2-3 February 2013;
  7. Routine Agenda in March : “Old Electronics Exhibition” on 2-3 March 2013.
Through all the OASE efforts were done in simplicity both facilities and funding, however all have suceeded in attracting people’s attention from local and national.
Besides those events, OASE seems never tired promoting “Old Town” Semarang to entire Indonesia and international level through the art of photography. It was published by Intisari News on 5 January 2013 “OASE promoted Semarang through Photographs”.

The more popular OASE is, it is acceptable if the the more “Old Town” lovers join in the community.It motivates OASE to do more and better events, more various and focus.
OASE really supports the developments of new communities in “Old Town” area. It leads to the more various activities in their own direction and actualization in which in the end shining up the lively “Old Town”.
That’s why OASE always tries to cooperate with everyone both individuals or groups to revive “Old Town”. OASE always believes : TOGETHER WE CAN !!!

(Design & Photo : Akhyar Fikri, Text : Harry Suryo) 

Minggu, 11 November 2012

Waroeng Semawis

Hunting kali ini kita menyusuri Kampong Semawis/Waroeng Semawis. Sebenarnya tidak ada rencana ke Waroeng Semawis. Pak Harry Suryo watu itu menelfon untuk berkumpul di depan Spigel untuk keperluan liputan kegiatan Oase untuk majalah Intisari. Bersama mbak Resti reporter Intisari kami ngobrol tentang kegiatan Oase sebagai bagian komunitas dalam mengisi kota lama Semarang. Setelah obrolan beberapa jam kita langsung menuju ke Semawis untuk mencari kuliner dan sekalian sambil meliput suasana pasar di Pecinan ini.

Untuk orang Semarang Waroeng Semawis sangat familier apalagi untuk orang yang hobinya kuliner. Akan tetapi bagi orang yang bukan berasal dari Semarang barang kali perlu informasi tentang pasar jajanan di Pecinan ini.

Pasar Semawis, atau dikenal juga sebagai Waroeng Semawis, adalah pasar malam di daerah pecinan Kota Semarang. Pasar ini awalnya merupakan gagasan dari perkumpulan Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata). Pasar Semawis bermula dengan diadakannya Pasar Imlek Semawis pada tahun 2004, menyusul diresmikannya Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional di Indonesia. Buka setiap hari Jumat, Sabtu dan Minggu malam disepanjang jalan Gang Warung, Pecinan - Semarang, Pasar Semawis menyajikan beraneka ragam hidangan yang bisa anda pilih bersama keluarga mulai dari pisang plenet khas Semarang, nasi ayam, es puter, kue serabi, aneka sate, bubur kacang hingga menu - menu steamboat yang menarik untuk dicicipi. Pusat jajanan terpanjang di Semarang ini buka mulai jam 6 sore hingga tengah malam.

Pasar Semawis terletak di jalan Gang Warung, untuk menuju kesana, ada beberapa jalan yang bisa dipilih. Dari jalan Gajahmada, dapat masuk lewat jalan Wotgandul Barat, Plampitan, Kranggan, parkir di jalan Beteng. Dari jalan Gajah Mada juga dapat masuk langsung ke jalan Kranggan lewat perempatan Depok. Jalur lain adalah lewat Pasar Johar atau Jurnatan, masuk lewat jalan Pekojan, parkir di jalan Gang Pinggir. Setiap akhir minggu malam saat Waroeng Semawis digelar, beberapa jalan di Pecinan ditutup salah satu ujungnya, yaitu jalan Gang Besen, Gang Tengah, Gambiran, Gang Belakang dan Gang Baru. Jalan - jalan tersebut dapat digunakan untuk parkir kendaraan pengunjung Pasar Semawis.

Suasana Pasar Semawis pada saat kami tiba sekitar jam 6 sore, pedagang masih mempersiapkan menjajakan dagangannya (dasar). Beberapa warung sudah siap menyajikan kuliner dan sovenir khas pecinan. Untuk saudara kita yang moslem sangat disarankan untuk menanyakan tentang kehalalan makanan disini, karena sebagai mana kita ketahui kebanyakan masakan cina mengandung babi. Akan tetapi tidak perlu khawatir, untuk sekarang ini informasi tentang makanan halal sudah terpampang di setiap warung. Salah satunya adalah Mi Cool, es jelly dengan rasa buah khas Waroeng Semawis dan masih banyak lagi yang makanan halal yang dijual.

Berapa saat setelah kebanyakan warung siap, hujanpun turun dengan lebat. Ada yang tetap bertahan dan banyak pula yang mengemasi barang dagangannya meski belum ada pembeli. Aktivitas ini sangat menarik untuk potret. Lalu lalangnya kendaraan, becak dan mobil pengangkut makanan harus hati-hati berjalan, sebab banyak genangan yang berpotensi untuk mencipratkan air ke warung tenda. Moment ini sangat unik, kita bisa melihat betapa uletnya para pedagang di Pasar Semawis ini. Meski hujan lebat mereka tetap bertahan. Pembelajaran tentang bagaimana bertahan dengan keadaan yang diluar dugaan. Rasanya kita keuletan mereka patut kita contoh.

Bagi pehobi foto yang suka nyetrit, cuaca hujan malah banyak memberikan warna pada aktivitas manusianya. Karena ketika cuaca normal kebanyakan moment pasti sudah banyak didapat dan kurang beragam. Bila bila jeli dan beruntung maka kita akan dapat moment spesial yang tidak didapatkan dalam suasana normal. Ingat kalau masalah keberuntungan biasanya hanya untuk para fotografer yang sabar.. hehehe maksa ya boss...

Setelah hujan reda kamipun mencari warung yang masih buka untuk makan malam setelah itu kami berpisah. Bagi yang suka hunting foto, kuliner atau sekedar jalan-jalan di Semarang, Semawis merupakan tempat yang nyaman dan menarik untuk dikunjungi, karena disini tempat keharmonisan warga komunitas yang kaya akan budaya pelengkap kota Semarang. Berikut ini hasil hunting di Waroeng Semawis.











Sabtu, 13 Oktober 2012

OASE Sebagai Komunitas Pecinta Heritage Kota Semarang


Keberlanjutan Kawasan Kota Lama Semarang tak lepas dari aktif dan kreativitasnya masyarakat dan komunitas dalam menghidupkan kawasan kota lama. OASE (Oude Stad Art and Culture Semarang)merupakan salah satu komunitas yang aktif dalam mengisi aktivitas dan menghidupkan kawasan kota lama. Aktivitas kegiatan Oase mereka membaur dengan komunitas lain dan masyarakat kawasan kota lama. Sehingga keluwesan Oase dalam komunikasi mendapatkan tempat tersendiri di komunitas lain di kawasan kota lama ini.


Pertama kali gabung di group FBnya OASE atas rekomendasi dari Edward Nugroho, seorang teman fotografer dari Bandung satu komunitas di Rumah Kayu Fotografi (RKF) Bandung. Sambutan yang hangat sangat terasa di komunitas ini, sampai akhirnya bertemu dengan anggota OASE di rumahnya pak Albertus Kriswandono seorang pakar arkeolog yang peduli pada pelestarian bangunan bersejarah yang sebelumnya saya pernah bertemu dalam Konservasi Lawang Sewu tahun 2010.


Pertemuan waktu itu merencanakan Pameran Kota Lama dengan tema Kuno-Kini yang rencananya akan dilaksanakan bulan Oktober 2012. Pameran akan direncanakan di gedung Spigel, sebuah gedung kuno satu kawasan dengangereja blenduk yang dulunya saya pernah memotret tahun 2003 merupakan tempat menjual barang antik dengan nama Galery Moon. Lama tidak pernah ada kabar gedung Spigel tersebut kosong tak berpenghuni, kabar terakhir Spigel berpindah tangan dan akan dijadikan kafe. Ini sangat menggembirakan karena satu lagi bangunan kuno yang akan berkontribusi menghidupkan kota lama.


Kegiatan OASE yang lain adalah mendokumentasikan setiap bangunan kota lama dalam kegiatan fotografi. Hunting fotografi OASE bertujuan untuk memetakan dan mendokumentasikan kondisi bangunan dikota lama sehingga terekam informasi secara visual kodisi riil yang akan menjadi data rujukan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi pemangku kepentingan.

Selain pendokumentasian dan pemetaan kondisi bangunan kuno, kegiatan OASE lainnya adalah bakti sosial membersihkan bangunan kuno dari belukar dan tumbuhan liar yang merusak struktur bagunan. Kegiatan ini didukung oleh komunitas yang lain sehingga mereka bahu-mambahu dalam pembersihan tamanam liar yang merugikan.


Terakhir kegiatan OASE bekerja sama dengan Oen Fondation terlibat dalam Festival Kota Lama Semarang yang diada tanggal 5-7 Oktober 2012. Festival yang pertama kali dengan kegiatan Konferensi : The First International Conference on Urban Heritage n Sustainable Infrastructure Development 2012 dengan pembicara Ubbo Hylkema dari Belanda, Prof. Eko Budiharja, Ir. Peter G.Vermeulen dari Australia dan Garin Nugroho seorang sutradara. Harapan dari Festival tersebut bukan hanya bisa menghadirkan pembicara hebat di pada saat konfrensi saja akan tetapi lebih dari sekedar serimonial adalah perubahan prilaku dimasyarakat tentang kecintaan pada warisan bersejarah yang dapat diwujudkan dalam kegiatan aktifitas menghidupkan kota lama dan didukung secara konsisten oleh pemangku kepentingan dalam menjaga pelestarian kawasan.


Keberadaan OASE dalam mendukung dan mengahidupkan kawasan kota lama tidaklah diragukan. Dengan mempertahankan profil rendah dan kerja yang nyata (bahasa jawa : sepi ing pamrih, rame ing gawe)menjadikan komunitas ini solid dan diterima di masyarakat kota lama. SAVE OUR HERITAGE adalah slogan yang dibawa. Keep Smiles and Spirit OASE... (Zen Shinoda, Photo by : Zen Shinoda & Akhyar Fikri)

Kamis, 11 Oktober 2012

Gereja Blenduk yang Anggun dan Sexy

Gereja Blenduk merupakan salah satu gereja tua yang masuk dalam pelestarian cagar budaya Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan "tetenger" (Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend. Suprapto no.32. Arsitektur gereja ini tidak lazimnya sebuah bangunan gereja sebagai mana umumnya, karena memiliki atap kubah yang lebih mirip bangunan masjid. Dinamai gereja Blenduk karena dibagian atas 2 menara dan sebuah kubah besar. Kubah dalam bahasa Jawa berarti Blenduk. Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gereja NEDERLANDSCHE INDISCHE KERK. Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang. Arsitek pembangunan ini adalah HPA DE WILDE dan W WESTMAS. Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap perkembangan agama kristen di Semarang. Karena keunikan bangunan ini banyak orang yang datang mengunjungi gereja ini baik dari dalam kota, luar kota bahkan sampai manca negara. Disebelah gereja Blenduk terdapat taman Srigunting yang merupakan Ruang Terbuka Hijau kawasan Blenduk sebagai tempat berkumpulnya komunitas-komunitas lokal untuk beraktivitas menghidupkan kawasan kota lama Semarang. Ada Komunitas Pecinta Heritage, ada Komunitas Sepeda Tua, Komunitas Sketsa, Komunitas Mobil Tua, Komunitas Olah Raga Ekstrim Pakaur, Kapoera, Fotografi, seni dan lain sebagainya. Komunitas tersebut biasanya melakukan aktivitasnya sambil mendiskusikan bagaimana menghidupkan kawasan kota lama dengan kegiatan masing-masing. Dari berbagai macam kegiatan komunitas dan masyarakat kota Semarang, Gereja Blenduk merupakan salah satu tempat favorit, disamping unik bangunan ini sangat fotojenik, dipotret dari sudut mana saja terlihat sexy. Sangatlah wajar jika setiap hari banyak orang yang narsis sekitar Gereja ini.
Suasana Gereja Blenduk pada saat malam hari. Biasanya banyak pehobi foto mengabadikan dengan mode night shoot dengan speed lambat sehingga terlihat lampu-lampu glow kendaraan yang melintas.
Foto ini saya ambil after sunset sekitar jam 6 magrib, pada saat itu kebetulan ada bulan sabit dengan bentuk sabit yang sempurna, sengaja saya bidik kubahnya saja dengan aksen bulan sabit diatasnya. Pesan yang saya sampaikan adalah kerukunan umat beragama yang ada disana. Karena kenyataannya bahwa Gereja Blenduk bukan hanya miliknya penganut kristiani saja, karena bangunan ini termasuk Heritage semua orang yang non Kristianipun mencintai dan menjaga bangunan ini.
Towernya saja juga sangat sexy dan kompak dengan lampu taman sebelahnya. Foto ini diambil dari sebelah taman Srigunting dengan judul "Twin Two Tower & Lamp".
Salah satu menara yang sangat indah, pada saat saya membidik kebetulan sore hari dan dalam suasana mendung, biru langit dan dipadu dengan awan mendung menambah dramatisasi suasana seolah-olah bangunan tersebut seperti "Heaven Tower (Menara Surga)"
Masih dihari yang sama dan disore yang sama, pada saat masih mendung kubah gedung saya foto. Sengaja saya meminimaliskan kubahnya karena hanya sebagai aksen, akan tetapi keminimalisan tersebut mengandung pesan betapa "Agungnya" kubah ini, dan saya memberi judul "Kubah yang Agung".
Jamnyapun keliatan sexy juga untuk di foto. Terlihat bahwa jam gereja Blenduk sangat unik dengan huruf romawi nampak serasi dengan menaranya. Barang kali ini merupakan sekilas tentang sudut bidik sebuah Gereja Agung yang sangat sexy untuk di foto, mudah-mudahan para pembaca tidak percaya sampai pembaca harus membuktikan sendiri bagaimana sexynya bangunan ini. Ayo datang ke Semarang dan SAVE OUR HERITAGE. (Zen Shinoda)

Sabtu, 13 Agustus 2011

Gedung Marba

Gedung Marba dibangun pada pertengahan abad XIX, terletak di Jl. Let. Jend. Suprapto no. 33 yang waktu itu bernama DE HEEREN STRAAT merupakan bangunan 2 lantai dengan tebal dinding ± 20 cm. Bangunan ini berdiri sekitar pertengahan abad XIX. Pembangunan ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang warga negara YAMAN, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu. Untuk mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu, DE ZEIKEL. Setelah pensiun, perusahaan pelayarannya dipegang oleh anaknya MR. MARZUKI BAWAZIR. Saat ini bangunan ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk gudang.(sumber semarang.go.id, foto by Zen Shinoda)

Toko Oen Semarang


Toko Oen berada di Jl. Pemuda no. 77 Semarang ini merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal. Jumlah trafe empat pada bagian utara.Orientasi bangunan ke utara. Pondasi dari batu dengan sistem struktur dari batu bata. Dinding dar ibatu bata dan pada kaki bangunan diberi penyelesaian batu pecah, sedang sisanya dengan plesterdan dicat. Terdapat penonjolan kolom yang mengapit pintu masuk. Atap bangunan berbentuk limasan, dengan bahan penutup dari genteng. Tritisan berupa atap tambahan yang berbentuk lengkung dari seng yang dicat. Terdapat talang pada atap tambahan. Bagian pintu masuk menghadap ketimur laut (menyorong), dan diatasnya terdapat jendela loteng tyang berfungsi sebagai ventilasi. Disepanjang facade timur dan utara terdapat jendela loteng yang berderet dan berbentuk persegi. Jendela loteng tersebut dinaungi oleh penebalan dinding di sekelilingnya. Pintu masuk utama berdaun ganda dengan panel kayu. Terdapat bouvenlicht dari kaca diatasnya. Pintu masuk samping menghadap keutara, berdaun ganda dengan panel kayu. Ambang pintu datar. Jendela yang berukuran besar terdapat disepanjang facade timur dan utara. Jendela berdaun ganda dan berpanel kayu. Terdapat bouvenlicht kaca diatasnya. Bangunan Restoran Oen ini tidak mempunyai halaman yang luas. Gang yang kosong di bagian timur bangunan digunakan sebagai tempat parkir disamping jalan depan restoran ini sendiri.

Restoran Oen ini semula dimiliki oleh orang inggris bernama Grillroom. Kemudian pada tahun 1935 dibeli oleh seorang cina bernama Oen Tjoe Hok, kemudian diwariskan kepada Oen Liem Hwa. Sedangkan manager yang mengelola operasi restoran ini bernama Djoa Kok Tie. Restoran Oen terdapat di semua kota besar di Jawa, antara lain Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. Sehingga Restoran Oen yang ada di Semarang ini dikelola oleh keluarga Mergaradjasa. Kini Restoran Oen selain sebagai rumah makan juga sebagai toko yang menjual roti. Bangunan ini masih terawat dengan baik, dan dilakukan beberapa perombakan khususnya pada bagian belakang bangunan. (sumber : semarang.go.id)

Komplek Susteran Fransiskanes




Komplek Susteran Fransiskanes yang memanjang dari Jl. R.Patah sampai Jl. Setasiun Tawang terdiri atas bangunan kapel, susteran, TK Santa Theresia, SD Santa Clara dan balai pengobatan. Bagnunan yang kelihatan menonjol adalah kapel, yang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal tidak bertingkat. Pintu masuk kapel ini tidak menghadap kejalan, seperti pada umumnya, akan tetapi membelakangi jalan. Yang lebih dipentingkan disini rupa-rupanya bagian altar diletakkan pada bagian timur supaya cahaya matahari dapat masuk kedalam ruang altar melewati kaca berbingkai timah yang berwarna-warni. Ruang altar ini benar-benar ditonjolkan dengan struktur tersendiri yang berbentuk segi banyak. Pondasi dari batu memikul srtuktur dinding bata yang terendah. Jendela dengan bentuk ambang atas meruncing ke arah atas, mewakili gaya arsitektur Gotik. Atap bangunan pelana yang menjulang tinggi dengan belvedere kecil di puncaknya yang memiliki atap meruncing pula. Bangunan ini dibatasi dengan jalan raya dengan pagar tembok yang cukup tinggi. Bangunan sekolahnya, juga merupakan bangunan setangkup dengan fasade tunggal dan bertingkat. Bentuk atapnya pelana majemuk yang bersilang. Strukturnya juga dari dinding batu bata memikul yang trrendah. Jendela dengan daun ganda dengan krepyak, pada bagian atas jendela terdapat jendela list dengan bentuk lengkung (laantai1) dan setengah lingkaran (lantai 2). Jelas sekali pengaruh gaya Renaissence di sini. Bangunan lain yaitu terletak di sudut pertemuan Jl. Ronggowaarsito dengan Jl. R.Patah, menonjolkan batu bata terendah pula. Seluruh komplek ini dipagari oleh tembok yang cukup tinggi disisi Jl.Ronggowaarsito, dengan beberapa bukaan berupa gerbang.

Pada tahun 1808 Pastor Lambertus Prinsen memprakkarsai pendirian Rumah Yatim Piatu Katholik di Semarang. Dua puluh tahun kemudian, tanah tempat Rumah Sakit Tentara di beli dan belakangan dipakai untuk susteran ketika seeklompok suster dari ordo Fransiskanes datang pada tahun 1870. Komplek susteran ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda M.NEstman. PErletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 16 Pebruari 1906, seperti tertulis pada prasasti di komplek itu. Susteran ini pernah menjadi PAnti Asuhan Katholik (RK Weeshuis) untuk putra. Pada tanggal 15 juni 1915 karena diperoleh lahan yang lebih lapang di Jl.dr.Wahidin, bagian putra dipindahkan kesana dan di kompleks Susteran ini hanya diasuh anak-anak perempuan. Pada masa menjelang akhir pendudukan Belanda, komplek ini menjadi markas tentara Gurkha.(sumber : semarang.go.id)

Masjid Besar Kauman



Masjid Besar Semarang, atau yang sering disebut masjid kauman merupakan masjid kuno yang mempunyai ciri khas. Komplek masjid ini dibatasi oleh pagar tembok dan pagar besi. Masjid ini mempunyai gapura dengan tertara empat inskripsi pembangunan masjid dalam empat bahasa. Masjid ini mempunyai ciri arsitektur pantai utara jawa, bila dilihat dari bentuk atapnya. Namunjika dilihat dari pintu gerbang masjid dengan lengkung-lengkung pintunya yang berbentuk rangkaian daun waru, maka masjid kauman juga mempunyai ciri arsitektur PErsi atau Arab. Pondasi dari batu yang memikul struktur yang terdiri dari dinding batu bata dengan kolom-kolom ditengah yang banyak dengan dimensi yang cukup besar. Denah masjid ini terdiri dari ruang ibadah utama, ruang ibadah wanita, ruang berwudhu dan serambi. Bentuk ruang ibadah utama adalah bujur sangkar. Didepan serambi terdapat menara. Pada serambi kiri, kana dan depan terdapat tiang-tiang yang terbuat dari kayu dengan konsol-konsol besi. Pada serambi ini terdapat balok kayu yang berfungsi sebagai penyangga atap serambi dan teritisan dari seng gelombang. Kolom-kolom yang terdapat pada ruang ibadah utama mempunyai diameter kurang lebih satu meter dan tebel dindingnya 80cm. Bentuk atap limasan bertingkat tiga, dan puncaknya diberi hiasan mustaka yang bentuknya mengingatkan kita pada mustaka Mesjid Agung Demak di Kadilangu. Bahan atap dari genting. Entrance utama berupa gerbang masuk gapura dan pada samping (tepatnya pada jalan alun-alunbarat) terdapat pintu masuk. Diatas pintu terdapat lubang angin dengan bentuk lengkung bususr yang atasnya lancip. Lubang angin ini dilengkapi dengan ornamen-ornamen. Jendela juga diselesaikan dengan ornamen. Pada ruang mihrab yang dulu berbentuk busur kini terlihat lancip dengan langit-langit dari beton berbentuk parabola. Jendela imam diselesaikan dengan ornamen ukiran kayu. Lantai bangunan dinaikan dan dicapai dengan tangga. Lantai ini terbuat dari tegel porselin.

Masjid Kauman merupakan rangkaian perkembangan dari sejarah pembangunan masjid di Semarang. Masjid pertama di Semarang. Masjid pertama di Semarang dulu terletak di daerah mugas yang didirikan oleh Kyai Ageng PAndana Arang. Ketika beliau hijrah ke kota Semarang bagian bawahan dan mendirikan kabupaten bubakan dan mendirikan masjid sebagai tempat ibadah. Namun letak dari masjid itu tidak dapat dipastikan. Peta kuno Semarang tahun 1965 yang tersimpan di Rijks Archief di belanda, menggambarkan bahwa pada waktu masjid Semarang terletak di sebelah timur laut dari kabupaten semarang yaitu di daerah Pedamaran. Pada tahun 1741 masjid itu beralih ke suatu kawasan yaitu kawasan dimana sekarang berdiri Masjid Besar Semarang. Pembangunan masjid yang terletak di komplek alun-alun Semarang itu merupakan suatu masjid paling besar di Semarang yang akhirnya mengabadikan nama Kyai Adipati Surohadimenggola II sebagai pendiri pertama Masjid Besar Kauman Semarang. Hasil pembangunan masjid itu hanya dinikmati dalam waktu singkat karena masjid tersebut terbakar. Peristiwa itu terjadi pada hari jum'at tanggal 11 April 1883 jam sembilan malam. Pembangunan kembali masjid ini dimulai pada tanggal 23 April 1889 atas bantuan G.I.Blume, Asisten Residen Semarang dan Kanjeng Bupati Semarang Raden Tumenggung Ckrodipoero. PEmbangunan diselesaikan pada tanggal 23 November 1890 yang dapat dilihat pada inskripsi yang tertera pada pahatan di sisi gapura masjid. Masjid ini sekarang dikenal dengan sebutan MAsjid Kauman dan semakin meningkat aktivitasnya. Penambahan ruang-ruang disamping bangunan utama yang meliputi kantor pengelola, ruang wudhu dan menara dari rangka baja. (sumber : semarang.go.id)

Jembatan Mberok


Jembatan Mberok merupakan jembatan yang melintas Kali Semarang dan menghubungkan antara Kota Lama dengan Jl. Pemuda. Orien tasi jembatan adalah Timur - Barat. Jembatan dibentuk dari empat buah kolom utama dengan bentuk menyerupai obelisk, dan pada puncak kolom terdapat lampu yang cukup unik. Bentuk tiang jembatan berok menyerupai tiang pada taman di depan stasiun Tawang. Pagar pembatas jembatan terbuat dari besi. Pada sebelah barat jembatan terdapat Gedung Kas Negara, dan sebelah TImurnya, terdapat Bank Exim dan PTP XV.

Dahulu, jembatan ini berfungsi untuk menghubungkan Kota lama/Oud Standt yang dipagari dengan benteng berbentuk segi lima (Benteng Vijfhoek) dengan bagian kota yang lain. Namun setelah benteng ini dibongkar pada tahun 1842, jembatan ini dibiarkan saja. Jembatan ini terletak pada Gerbang barat atau Gouvernementsport. Gerbang barat merupakan salah satu dari gerbang benteng oud stadt, selain gerbang selatan atau de Zuider Port (di mulut Jl. Suari) dan gerbang TImur atau Oost port (jl. Raden Patah). Jembatan berok sempat bernama Gouvernementsbrug diganti dengan Sociteisbrug. Namun sekarang terkenal dengan sebutan Jembatan Berok. Nama Berok kolom ini berasal dari pelafalan Brug oleh pribumi. Bentuk kolom pada jembatan ini sudah beberapa kali diubah. Pertama kali terbuat ari kayu dan sangat sederhana. Sebelum tahun 1910, bentuknya lebih pendek dan gemuk, serta memiliki 'antena' pada puncaknya. Masih terdapat jalur pemisah di tengah jalan. Selain itu pagar besinya masih membentuk silang. Kemudian sebelum tahun 1980, kolom diubah dengan menambahkan lampu pada ujungnya. Bentuknya juga menjadi lebih tinggi dan masif. Railingnya sudah diubah menjadi deretan besi, serupa dengan kondisi sekarang. Dan setelah diubah lagi menjadi kondisi sekarang, kolom masih memiliki lampu, namun dengan bentuk kolom yang jauh lebih sederhana.

(sumber : semarang.go.id)

Jumat, 12 Agustus 2011

Tapak Tilas Kota Semarang dari Pendaratan Cheng Ho Sampai Kemerdekaan

Sejarah kota Semarang dari sumber berita tionghoa yang terdapat di klenteng Sam Po Kong di Semarang. Sumber berita (kronik) ini ditemukan oleh Residen Poortman pada tahun 1928 pada waktu menggeledah klenteng Sam Po Kong terkait dengan pemberontakan komunis di Hindia Belanda. Temuan ini tidak dipublikasikan karena mengandung hal yang sangat sensitif. Saya ambil yang ada hubungannya dengan sejarah kota semarang :

1413

Armada Tiongkok dinasti Ming selama satu bulan singgah di Bergota (nama Semarang dahulu) untuk perbaikan kapal-kapal. Mereka juga mendirikan masjid . Laksamana Sam Po Bo (Cheng Ho), Ma Huan dan Fe Tsin bersembahyang disini. Lalu pada tahun2 berikutnya agama Islam yang dibawa pendatang dari Tiongkok berkembang pesat. Para pendatang dari Tiongkok ini kemudian banyak yang menetap. mereka membawa teknologi baru tentang pembuatan kapal dan senjata mesiu. Di Bergota (Semarang) didirikan galangan kapal yang sangat besar pada masa itu, juga pabrik mesiu yang memproduksi mercon dan meriam.

1433
Saat Laksamana Cheng Ho wafat, di masjid Bergota diadakan shalat gaib.

1450-1475
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwWCswnpO0JbwkG5K0TEZ7rFUikbkOmnRnQbMnmKPTeL_mNa-ebs3wapauY7jHgE9DKLWWLooQETQFZ_E4dKyyFaquzXfNQIgNDHXwfON1Mbbqq9ExLdEaFsEFR9PvhVTRTZYNBR92Ktk/s1600/Sampokong+1.jpg"> Dikarenakan Tiongkok/dinasti Ming sudah sangat merosot, ekspedisi pun di hentikan. Dan dikarenakan tidak adanya lagi orang2 muslim Tionghoa yang datang, masyarakat penetap Tionghoa dan keturunan Tionghoa muslim menjadi merosot. Masjid Laksamana Cheng Ho di Bergota (Semarang) berubah menjadi Klenteng Sam Po Kong. Jadi dapat disimpulkan bahwa Sam Po Kong bukan hanya petilasan tempat mendaratnya Cheng Ho, namun pernah didirikan masjid disana.

1474
Raden Patah (Panembahan Jimbun) dan Raden Kusen singgah di Bergota. Raden Patah menangis melihat masjid Sam Po Bo menjadi Klenteng. dan berjanji akan membuat masjid di daerah tersebut yang selamanya akan tetap masjid.

1475
Raden Patah dianugrahi wilayah di sebelah timur Semarang di kaki gunung Muria oleh Sunan Ampel dan mendirikan kerajaan Islam Demak.

1477
Raden Patah merebut Bergota (Semarang) dengan tentara Islam Demak yang hanya sebesar 1000 orang. Raden Patah mendahului ke Klenteng Sam Po Kong dan melindungi dari segala gangguan. Raden Patah tidak membunuh orang2 Tionghoa bekas Islam di Semarang, karena membutuhkan keahlian teknis mereka, terutama di bidang perkapalan. Dan orang Tionghoa bukan Islam di Semarang berjanji akan tunduk pada Demak.

1478
Raden Kusen menjadi penguasa di wilayah Semarang dan membuka kembali pengergajian kayu jati dan galangan kapal yang dahulu dirintis oleh Laksamana Cheng Ho. Raden Kusen juga bertugas untuk membangun daerah Bergota menjadi bandar yang besar.

1481
Para pekerja galangan kapal di Semarang dikerahkan untuk membantu pembangunan masjid Agung Demak. Saka guru tiang masjid dikonstruksi menurut tiang kapal yang kuat dan kokoh, yaitu terdiri dari potongan2 kayu (tatal) yang disatukan.

1509
Sultan Yunus (Pangeran Sabrang lor, Adipati Unus) putra dari Raden Patah mengunjungi galangan kapal di Semarang yang saat itu sedang gencar berproduksi dalam rangka menyerang Malaka. Tahun 1512 Malaka dikuasai oleh Portugis. Tahun 1521 Adipati Unus menyerang lagi namun gagal dan beliau tewas.

1529
Raden Kusen wafat. Jenasahnya diantarkan ke Demak. ikut serta seluruh penduduk Bergota mengantarkan, Islam dan bukan Islam.
Penguasa Bergota dijabat oleh Sunan Prawata.

1541
Dengan bantuan orang Tionghoa bukan islam di Bergota, Sunan Prawata menyelesaikan 1.000 kapal jung besar yag masing2 memuat 400 prajurit. Sultan Trenggana (ayah Prawata) akan memulai ekspedisi ke kepulauan Timur(Indonesia Timur). Orang2 Tionghoa bukan Islam di Bergota siang malam membanting tulang di galangan kapal.

1546
Sultan Trenggana wafat dalam ekspedisi di Kepulauan Timur, Sunan Prawata naik tahta di Demak. Arya Penangsang dari Jipang menyerbu Demak. Seluruh kota dan keraton Demak musnah, kecuali mesjid. sunan Prawata terdesak mundur dan bertahan di galangan kapal di Bergota. Tentara Jipang mengepung. Bergota di bumi hanguskan kecuali klenteng dan masjid. Termasuk juga galangan kapal dibakar sampai habis. Sunan Prawata tewas.

Sejarah kemudian mencatat Arya Penangsang kemudian dikalahkan oleh Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) dari Pajang. Kemudian Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga menunjuk Raden Pandan Arang sebagai pengganti Sunan Prawata sebagai Bupati Asemarang.

2 Mei 1547
Setelah konsultasi dengan Sunan Kalijaga, Sultan Hadiwijaya dari Pajang mengangkat Pandan Arang sebagai Bupati pertama Semarang, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW , tgl 12 Rabiul Awal 954 H atau 2 Mei 1547. Bergelar Kyai Pandan arang.Tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.

1650
Ladang tembakau pertama kali ditanam di daerah perbukitan Semarang dan sekitarnya.

1678
Amangkurat II dari Mataram, berjanji kepada VOC untuk memberikan Semarang sebagai pembayaran hutangnya, dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas.

1682
Negara Bagian Semarang ditetapkan oleh Belanda

21 Agustus 1697
Sebuah kapal VOC karam di dekat Semarang
Nama : Bronstee
Tipe : Kat
Digunakan dari 1685 –21 agustus 1697 oleh VOC
Kapten : Jakob Barendsz Sonbeek

1704
Pangeran Puger melarikan diri dari Mataram di Kartasura ke Semarang mencari perlindungan VOC karena akan dibunuh oleh Amangkurat III yang cemburu akibat kekuasaan.
Pangeran Puger mendapatkan dukungan Cakraningrat II dari Madura dan membujuk VOC untuk menerima Puger sebagai Susuhunan Pakubuwono I. Pasukannya menaklukkan Demak.

1705
Amangkurat III mengirimkan utusan ke VOC di Semarang, tetapi terlambat karena VOC sudah terlanjur menerima Pangeran Puger. Kedua perwakilan dikirm ke Batavia secara bersamaan.

18 Maret 1705
VOC di Batavia menerima Pangeran Puger sebagai Susuhunan Pakubuwono I dan mengirim bala bantuan ke Semarang. Dengan pasukan gabungan dari VOC, Semarang dan Madura , Pakubuwono I menyerang Amangkurat III di Kartasura dan menang.

19 Juni 1705
Susuhunan Pakubuwono I meresmikan kantor perwakilannya di Semarang

5 Oktober 1705
Susuhunan Pakubuwono I membuat perjanjian dengan VOC apabila membantu untuk merebut Kartasura, isi perjanjiannya antara lain menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai pembayaran hutang Mataram, Madura Timur menjadi wilayah VOC, VOC mendapatkan hak istimewa perdagangan dan nelayan pribumi hanya melaut di wilayah terbatas.
Semarang resmi menjadi kota milik VOC.

1740
VOC di Batavia mulai memindahkan orang-orang Tionghoa ke Ceylon (Srilanka) atau afrika Selatan, beredar desas desus bahwa orang-orang Tionghoa tersebut dibantai ditengah lautan. Para pemukim Tionghoa memberontak. Sebagai balasan di Batavia terjadi kerusuhan Anti-Tionghoa, 10.000 penduduk Tionghoa tewas dan daerah Pecinan dibakar habis.

1741
Para pelarian Tionghoa dari Batavia dibantu pribumi menyerang benteng VOC di Semarang dan Rembang. Di Rembang semua personil VOC yang tersisa dan tidak sempat melarikan diri dibunuh.
Atas pengaruh Patih Natakusuma, Pakubuwana II berpihak pada pemberontak pribumi dan Tionghoa, mengerahkan pasukan sejumlah 20.000 pribumi dan 3500 Tionghoa 30 senapan untuk mengepung Semarang.
Perlawanan VOC di Kartasura dapat dihancurkan. Cakraningrat IV dari Madura menawarkan bantuan. VOC mengerahkan bantuan ke Semarang dan berhasil memadamkan pemberontakan.
atas rekomendasi Van Imhoff, Gubernur Jendral VOC saat itu Adriaan Valckenier dibebas tugaskan dan diganti oleh Johannes Thedens.
Pasukan Mataram dan pemberontak Tionghoa menyerang kota-kota pesisir utara, tetapi pengepungan kota Semarang tidak berhasil.

1749
VOC menetapkan Bupati sebagai kepala pemerintahan orang – orang pribumi di Semarang.

13 Juli 1753
Pembangunan Gereja Protestan pertama di Semarang (Gereja Blenduk)

1754
Jalur Pos pertama antara Semarang – Batavia, Cheribon dan Tegal.

1772
Pembangunan Kelenteng Tay Kak Sie di Jalan Lombok

1810
Pembukaan Perusahaan Jalur Pos Regular yang menggunakan kuda, dipimpin oleh Direktur Kantor Pos dan Jalan Raya.

1814
Lahirnya Raden Saleh Sarief Bustaman ( dikenal sebagai Raden Saleh Danoediredjoe). Seniman pribumi pertama yang melukis gaya barat.

29 Mei 1827
Kota Semarang mendapatkan lambang kota (banner)


Logo semarang jaman dulu


1857
Pembukaan kantor telegram tujuan Batavia-Semarang-Ambarawa-Soerabaja

17-18 Agustus 1860
Pemberontakan di Württembergse Kazerne (barak) di Jalan Djoernatan. Pelakunya pada dasarnya tentara KNIL berbangsa Swiss. 4 orang tewas dan 15 terluka. Setelah pemberontakan kurang lebih 35 tentara digantung di alun-alun.

1862
Tiang (Kotak) surat pertama ada di Semarang.

1881
Peresmian N.V. Semarang- Joana Stoomtram Maatscappij (SJS), perusahaan kereta api yang menghubungkan antara Semarang - Demak, Koedoes, Joana (Juwana ), Rembang and Lasem.
Pembukaan jalur telepon lokal (dalam kota)
Peresmian N.V.Semarang-Cheribon Stoomtram Maatscappij (SCS) (Semarang-Cheribon Steam-Tram Company). Jalur kereta api yang menghubungkan Semarang - Kendal, Tegal, Pekalongan and Cheribon. Juga disebut Suikerlijn (Jalur Gula).
Stasiunnya sekarang menjadi stasiun Poncol.

1894
Hubungan telepon ke Batavia-Semarang-Surabaja dibuka
Jalur kereta api pertama antara Batavia-Semarang-Surabaja

1906
Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuk Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda

1907
Pembangunan NIS Building (Nederlandsch Indishe Spoorweg Maatschappij), Kantor Jawatan Kereta Api atau
sekarang dikenal sebagai Lawang Sewu

1916
Walikota pertama Semarang, Ir.D de Iongh (sampai 1927)

21 Juni 1911
"St Aloysius Broeder School" didirikan di Gedangan .

1919
Perwakilan terpilih pertama dari pribumi di Balaikota. Bp Kasan, Semaoen dan Sanjoto dari “Sarekat Islam”.

1920
Dibawah pengaruh pemerintah Kolonial Belanda, PKI (Partai Komunis Indonesia) dideklarasikan di Semarang.
Semarang saat itu mendapat julukan "Kota Merah"

1927
Walikota A Bachus dan HE Boissevain sampai maret 1942
Alderman pertama Semarang : Cohen, schuling, slamet dan Tan Tiong Khing.

1928
Penerbangan pertama dari KNILM ("Konigklijke Nederlands-Indische Luchtvaartmaatschappij"), dari Batavia-Semarang di Lapangan Udara Simongan.

1929
Penerbangan pertama KNILM Soerabaja-Semarang di Lapangan Udara Simongan

1930
Penerbangan pertama KNILM Bandung-Semarang di Lapangan Udara Simongan

1942
Semarang dikuasai Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang di kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia.

14 –19 Oktober 1945
Dikenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang melawan Jepang yang menolak menyerahkan senjata kepada rakyat Indonesia.

1945
Walikota pribumi pertama, Moch.lchsan (sampai 1949)

1949
Walikota Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951)

Februari 1950
Kekuasaan diberikan ke komandan KMKB Semarang

1 April 1950
Mayor Suhadi, Komandan KMKB menyerahkan kepala pemerintahan Semarang kepada Koesoedibyono, pegawai tinggi di Kementrian Dalam Negeri di Jogjakarta.